Pencoretan tunjangan transportasi untuk PNS dalam APBD 2015 oleh
Mendagri mengundang protes dari Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja
Purnama alias Ahok. Menurut dia, pemberian tunjangan transportasi kepada
PNS lebih hemat anggaran dibanding memberikan kendaraan dinas.
“Soal transportasi bisa kami perdebatkan, memang tidak ada
nomenklaturnya. Kalau kami beli mobil ditambah uang servis dibandingkan
dengan kami beri mentah (uang tunai) saja, kami bisa untung Rp 200
miliaran lebih lho,” kata Basuki, di Balai Kota, Senin (16/3/2015).
Apabila memberi kendaraan dinas bagi PNS DKI, pemerintah juga harus
menanggung asuransi, biaya servis, dan lainnya. Sementara itu, jika
diberi tunjangannya saja, pemerintah tidak akan menanggung biaya
asuransi dan lain-lain. Terlebih lagi, banyak PNS DKI atau pejabat
eselon yang tidak menggunakan kendaraan dinasnya.
Contohnya ialah Asisten Sekda Bidang Keuangan DKI Andi Baso
Mappapoleonro yang menggunakan fasilitas kereta rel listrik (KRL) dari
rumahnya di Bogor menuju Balai Kota.
“Makanya, kami tawarin mau ambil uang atau kendaraan dinas. Kalau
mobilnya nganggur, kami abisin duit Rp 10 juta lebih tiap bulannya. Cuma
kan ini sebuah terobosan yang belum siap aturannya. Kalau kami kasih
dia (PNS) mentahnya, dia dan pemerintah untung,” kata Basuki.
Kepala Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) DKI Heru Budi
Hartono menjelaskan, tunjangan transportasi yang dicoret Kemendagri
dialokasikan ke dalam belanja modal. Dengan kebijakan ini, nantinya
tidak semua pejabat akan mendapatkan mobil dinas. Hanya pejabat eselon
II dan I yang mendapat fasilitas mobil dinas. “Pokoknya kami ikuti
aturan Kemendagri,” kata Heru.
Selain tunjangan transportasi, Kemendagri juga mengoreksi mata
anggaran lain, seperti penambahan belanja modal, nilai tunjangan kinerja
daerah (TKD), serta anggaran penanggulangan banjir. Untuk program
terakhir ini, Kemendagri mengimbau Pemprov DKI untuk meningkatkan
anggaran penanggulangan banjir.
“Anggaran operasional wali kota dan belanja operasional dinas juga
dicoret karena dianggap untuk (kepentingan) pribadi. Anggaran itu
dialihkan menjadi belanja peningkatan pelayanan kantor,” kata Heru.
Sejak Agustus 2014 lalu, kendaraan dinas untuk PNS DKI diganti
menjadi tunjangan operasional. Sebagai gantinya, kendaraan dinas PNS
ditarik. Aturan tersebut berdasarkan peraturan gubernur (pergub) yang
ditandatangani oleh Joko Widodo
PNS diberikan pilihan untuk menerima tunjangan kendaraan atau
menggunakan kendaraan operasional. Adapun besaran tunjangan kendaraan
operasional pada PNS DKI bervariasi. Misalnya, pejabat eselon IV
setingkat kepala seksi, kepala sub bagian, dan lurah akan menerima
sebesar Rp 4,5 juta.
Pejabat eselon III setingkat kepala bagian, camat, dan kepala suku
dinas memperoleh Rp 7,5 juta. Sementara itu, pejabat eselon II setingkat
kepala dinas, kepala biro, dan wali kota mendapatkan sekitar Rp 12 juta
per bulan. PNS yang tidak punya jabatan alias staf biasa akan menerima
tunjangan transportasi disesuaikan dengan pangkat dan golongannya.(beritaprima.com)
0 comments:
Post a Comment