Penyebab Menurunnya Nilai Rupiah

        Nilai rupiah diperkirakan akan terus mengalami penurunan. Bahkan, penurunan akan terjadi hingga tingkat yang paling rendah.
        Pengamat ekonomi Salamuddin Daeng menilai ada 10 faktor penyebab merosotnya kurs rupiah. Faktor tersebut mulai dari meningkatnya impor, penilaian atas kinerja pemerintah, hingga tingginya angka korupsi.
        “Yang pertama, terjadi defisit perdagangan dalam 6 bulan terakhir akibat meningkatnya impor barang konsumsi dan impor pangan. April, defisit terjadi sebesar 641,1 juta dollar AS, dan neraca perdagangan kembali defisit sebesar 485,9 juta dollar AS pada Mei 2012. Angka defisit pun membesar pada bulan Juni yang mencapai 1,32 miliar US dollar,” jelas Daeng kepada LICOM di Jakarta, Rabu (05/09/12).
        Faktor kedua, lanjut Daeng, akibat defisit dalam neraca pembayaran merupakan akibat minimnya penerimaan ekspor, dan minimnya penarikan utang luar negeri. Transaksi berjalan triwulan II-2012 mengalami defisit sebesar USD 6,9 miliar (3,1% dari PDB), naik dibandingkan triwulan sebelumnya yang mencatat defisit USD 3,2 miliar (1,5% dari PDB). Yang ke tiga, arus modal keluar yang sangat tinggi akibat keluar investor dari pasar keuangan, bursa saham, arus modal keluar selama bulan Mei yang diperkirakan mencapai USD 1,5 miliar.
        Keempat, pembayaran utang luar negeri yang jatuh tempo dan bunga utang dalam jumlah yang sangat besar. Cicilan utang dan bunga utang yang harus dibayar pemerintah dalam tahun 2012 mencapai Rp. 160 triliun. Kelima, cadangan devisa yang terus merosot, ditambah dengan keengganan BI untuk melakukan intervensi pasar uang. BI menganggap, intervensi pasar mengganggu stabilitas perdagangan. Kenaikan harga dollar mungkin dianggap sebagai stimulus ekspor.
        Sementara yang keenam, berpindahnya para spekulen dari pasar komoditas ke pasar uang dengan membeli mata uang dollar US. Keadaan ini tercermin dari jatuhnya harga saham komoditas unggulan pada Bursa Efek Indonesia (BEI). Para spekulen lebih memilih pasar uang dengan membeli US dollar dibandingkan pasar komoditas.
        “Pembayaran utang swasta yang semakin besar di tengah menurunnya harga saham komoditas utama seperti batubara, sawit. Perusahaan seperti Bumi Resourcess harus menanggung utang besar, dipaksa membayar di tengah runtuhnya saham perusahaan tersebut,” terangnya.
        Pembayaran utang luar negeri swasta, tambah Daeng terkait yang ketujuh, untuk semester I, 2012 sebesar USD 4,2 miliar atau Rp.39.48 triliun. Posisi Februari 2012, utang luar negeri swasta mencapai USD 109,1 miliar, sekitar 32,7% lebih tinggi ketimbang posisi 1997 dan 1998 hanya bekisar USD 82,2 miliar.
        Sedangkan yang ke delapan, melemahnya kepercayaan investor kepada pemerintah SBY menyebabkan investor menarik uang mereka dari Surat Utang Negara (SUN). Data Direktorat Pengelolaan Utang selama April-Mei, asing menarik dana mereka dari SUN sebesar Rp.4,26 triliun, dan aksi penarikan ini terus berlanjut. Kesembilan, tingginya angka korupsi di Indonesia, dimana hasil korupsi tidak disimpan di bank-bank dalam negeri karena kekuatan yang besar oleh pemeriksaan PPATK. disinyalir para pejabat Indonesia mengalirkan uang miliaran dollar ke bank-bank di luar negeri setiap tahun.
        Terakhir, rencana stimulus ekonomi AS sebesar USD 2 yang akan dikeluarkan oleh Federal Reserve AS. Diperkirakan hal ini akan mendorong sentimen investor interrnasional termasuk yang ada di Indonesia untuk memborong dollar. Rencana yang kemungkinan besar dilakukan pada bulan September itu, akan menjerumuskan rupiah pada tingkat yang paling rendah. (18/03/2014 : www.lensaindonesia.com)

0 comments:

Post a Comment